Penyebab tinginya angka kematian pada anak dan cara mengatasinya




Penyebab tinginya angka kematian pada anak dan cara mengatasinya-MDGs (Milenium Development Goals) adalah agenda ambisius untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kehidupan yang disepakati para pemimpin dunia pada Millennium Summit bulan September tahun 2000. Millenium Development Goals  MDGs terdiri dari 8 tujuan, yang menjadi tujuan artikel ini ada pada poin yang ke empat yaitu menurunkan kematian anak.


Prevalensi penyebab meningkatnya angka kematian anak yang cukup tinggi adalah penyakit infeksi yang mematikan yang berasal dari jamban seperti diare, disentri, hipertensi dan lain sebagainya, namun pada artikel ini, saya akan lebih fokus pada penyakit diare, karena penyebaran mikroorganisme penyebab nya adalah infeksi bakteri, parasit, maupun virus. Ada ribuan jenis organisme patogen tersebut yang dapat menginfeksi saluran pencernaan dan menjadi penyebab diare.
PHBS Sebagai dapat menjadi solusi penurunan angka kematian anak khususnya di Indonesia, karena si Indonesia masih banyak masyarakat yang memiliki perilaku yang mendukung penularan mikroorganisme penyebab penyakit infeksi seperti diare.


  •  Definisi MDGs

MDGs (Milenium Development Goals) adalah agenda ambisius untuk mengurangi kemiskinan dan memperbaiki kehidupan yang disepakati para pemimpin dunia pada Millennium Summit pada bulan September 2000. Untuk setiap tujuan satu atau lebih target yang telah ditetapkan, sebagian besar untuk tahun 2015, menggunakan tahun 1990 sebagai patokan. Millenium Development Goals (MDGs) pada dasarnya mewujudkan komitmen internasional yang dibuat di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

  •  Isi MDGs

Millenium Development Goals MDGs terdiri dari 8 tujuan (goals) dan pada tujuan ke 4 yaitu Mengurangi Tingkat Kematian Anak.
Kekurangan gizi, langsung maupun tak langsung, dikaitkan dengan banyaknya kematian pada anak. Seperti telah disebutkan di atas, anemia akibat kekurangan zat besi membunuh banyak ibu baik yang sedang hamil ataupun pada saat melahirkan. Dengan meninggalnya ibu, terutama pada saat kelahiran, mengecilkan peluang harapan hidup seorang anak. (Soekirman, 2006).
Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan oleh MDGs (MDGs menargetkan angka kematian bayi dan balita 65/1000 kelahiran hidup) yaitu, Angka Kematian Balita (AKBA) menurun dari 97/1000 kelahiran hidup pada tahun 1989 menjadi 46/1000 kelahiran hidup pada tahun 2000; Angka Kematian Bayi (AKB) menurun dari 68/1000 kelahiran menjadi 35/1000 kelahiran hidup pada tahun 1999.  Pada umumnya kematian bayi dan balita disebabkan oleh infeksi pernafasan akut, komplikasi kelahiran dan diare. Selain penyebab utama, beberapa penyakit menular seperti infeksi radang selaput otak (meningitis), typhus dan encephalitis juga menjadi penyebab kematian.
Indonesia sedang mencanangkan Program Nasional Anak Indonesia yang menjadikan issu kematian bayi dan balita sebagai salah satu bagian terpenting. Program tersebut merupakan bagian dari Visi Anak Indonesia 2015, sebuah gerakan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, dari mulai pemerintah, sektor swasta hingga akademisi dan masyarakat sipil. Bersama-sama, kelompok ini berusaha meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejaheraan Bayi dan Balita. Selain mempromosikan hidup sehat untuk anak dan peningkatan akses dan kualitas terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif, bagian dari Target ke 4 MDGs adalah untuk meningkatkan proporsi kelahiran yang dibantu tenaga terlatih, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku di masyarakat untuk lebih aktif mencari pelayanan kesehatan, terutama untuk anak dan balita karena UU no. 23 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan keamanan sosial menurut kebutuhan fisik, psikis dan sosial mereka. (Utomo, Budi. 2007).

  • Epidemiologi angka kematian anak
Sebuah laporan baru UNICEF menunjukkan bahwa dunia tidak akan memenuhi Millennium Development Goal 4 untuk memotong tingkat kematian balita sebesar dua pertiga pada tahun 2015. Lebih buruk lagi, jika kecenderungan ini terus berlanjut, tujuan tidak akan tercapai sampai tahun 2028. Jika kita tidak bertindak, akibatnya sebanyak 35 juta lebih anak-anak beresiko meninggal. Sebagian besar dari penyebab dapat dicegah antara tahun 2015 dan 2028. (unicef.org, 2013)
Jika masyarakat global tidak segera mengambil tindakan untuk mempercepat kemajuan. Itu adalah berita buruk. Tapi laporan ini memberikan beberapa kabar baik juga.  Laporan menunjukkan bahwa pengurangan dramatis dalam kelangsungan hidup anak masih memungkinkan. Secara global, jumlah kematian balita setiap tahunnya turun dari estimasi 12,6 juta pada tahun 1990 menjadi sekitar 6,6 juta pada tahun 2012. Selama 22 tahun terakhir, sekitar sembilan puluh juta jiwa terselamatkan.
Menurut laporan tersebut, di
Indonesia jumlah kematian anak di bawah usia lima tahun telah berkurang dari 385.000 pada tahun 1990 menjadi 152.000 pada tahun 2012. "Ini jelas berita baik,” kata Angela Kearney, Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia. "Namun, jangan lupa bahwa lebih dari 400 anak-anak yang masih meninggal setiap hari di Indonesia. Biasanya, ini adalah anak-anak dari keluarga miskin dan paling terpinggirkan, dan banyak dari mereka menjadi korban penyakit yang mudah dicegah dan diobati seperti pneumonia dan diare. Kita perlu memastikan bahwa layanan pencegahan dan pengobatan tersedia untuk semua anak di Indonesia." Pneumonia, dan malaria masih menjadi penyebab utama kematian anak secara global. (unicef.org, 2013)

  • Perilaku tidak sehat dapat menjadi faktor menyebarnya penyakit infeksi seperti diare  BAB Sembarangan
Perilaku Buang Air Besar (BAB) Sembarangan seperti di lahan terbuka, pantai, bantaran sungai dan area lainnya, membuat kotoran terekspose dan dapat mencemari air, lalat bahkan membahayakan manusia secara langsung ( Aidan Cronin, 2014)
Buang Air Besar (BAB) Sembarangan perilaku yang cenderung disepelekan masyarakat Indonesia, padahal ini merupakan salah satu isu global yang yang serius.  Menurut hasil survei Levels and Trends in Chipd Mortality 2014, lebih dari 370 balita meninggal di Indonesia setiap harinya dan sebagian besar disebabkan diare dan pneumonia dan penyakit ini sebenarnya dapat dihindari karena merupakan salah satu akibat dari Buang Air Besar (BAB) Sembarangan dan sanitasi buruk. (Aidan Cronin,  2014)
Perilaku pembuangan feses atau buang air besar masih banyak dilakukan di jamban, dimana feses itu akan di buang ke air sungai, sedangkan air sungai memiliki banyak fungsi antara lain air sungai dipakai untuk mandi, mencuci pakaian, mencuci piring dan lain sebagainya, perilaku ini menyebabkan sanitasi air yang buruk .
Sanitasi air yang buruk juga merupakan faktor penyebaran penyakit infeksi yang dapat menyababkan diare dan penyakit infeksi lain nya seperti hepatitis, disentri dan pneumonia. Namun pada pembahasan kali ini akan lebih fokus kepada diare dikarenakan prevalensi diare yang lumayan tinggi pada saat sekarang.
  •   BAB di Jamban tidak sehat
Jamban  adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan tinja manusia. Jamban merupakan tempat yang aman dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat buang air besar dan banyak ditemukan di pinggiran sungai.
Berdasarkan patofisiologinya diare ada yang sekretorik dan osmotik. Diare sekretorik disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, dan menurunnya absorbsi di usus. Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan karena malabsorbsi mukosa usus akibat pemakaian obat-obatan berlebihan yang rentan terhadap mukosa usus. Dampak dari diare dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan cairan tubuh yang dikenal dengan dehidrasi, tanda dan gejala yang muncul berupa pernapasan kusmaul, penurunan berat badan yang drastis, sianosis, denyut nadi cepat, tekanan darah menurun, kelemahan dan ujung-ujung ekstremitas dingin
Sebesar 33,3 % orang berpersepsi bahwa membangun jamban membutuhkan lahan yang luas dan besar, tetapi hasil analisa statistik menunjukkan bahwa keterbatasan lahan bukanlah suatu faktor risiko seseorang untuk melakukan BAB sembarangan.
Kurangnya ketersediaan sarana air bersih
Berdasarkan penelitian terkait menunjukkan bahwa ada hubungan antara ketersediaan sarana air dengan penggunaan jamban. Hal ini ditunjukkan dalam hasil penelitian bahwa ketersediaan sarana air bersih 7,5 X meningkatkan perilaku keluarga dalam menggunakan jamban. Dan kecukupan air penggelontor berpengaruh 9,7 kali terhadap pemanfaatan jamban keluarga. Penelitian lain menyatakan bahwa ketersediaan air tidak ada hubungan dengan perilaku buang air besar (p=0,660) sedangkan sarana air bersih tidak ada hubungan dengan pemanfaatan jamban (p=0,8).
  •   Sanitasi yang buruk
Sanitasi, personal higiene dan lingkungan yang buruk berkaitan dengan penularan beberapa penyakit infeksi yaitu penyakit diare, kolera, typhoid fever dan paratyphoid fever, disentri, penyakit cacing tambang, ascariasis, hepatitis A dan E, penyakit kulit, trakhoma, schistosomiasis, cryptosporidiosis, malnutrisi dan penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi.
Adanya pencemaran aliran sungai
Dalam penelitian kualitatif menjelaskan bahwa masyarakat yang bertempat tinggal dekat sungai menjadi faktor pendukung buang air besar di area terbuka. Penelitian lain menyebutkan bahwa jarak rumah dengan sungai berpengaruh 1,32 kali untuk tidak memanfaatkan jamban sedangkan penelitian di Rembang menyatakan tidak ada hubungan antara jarak rumah dengan sungai terhadap pemanfaatan jamban keluarga.
Pencemaran air sungai menjadi sumber penyakit. Air yang sudah tercemar oleh sampah organik dan anorganik dapat menyebabkan terjadinya banyak penyakit.
Pencemaran air sangat merusak ekosistem, tidak heran telah banyak tumbuhan dan hewan yang punah karena ekosistem rusak. Sumber air bersih menghilang, Air yang bersih sangat dibutuhkan makhluk hidup, namun jika pencemaran di air sudah terjadi air bersih lambat laun akan menghilang sehingga seluruh makhluk bumi ini terancam punah.
Kerugian bagi pencari ikan yang disekitar sungai, muara, danau dan laut yang telah digunakan sebagai tempat penangkapan ikan menggunakan bom. Zat kimia sulit untuk hilang sehingga ikan enggan datang ketempat itu lagi dan menjadi sulit untuk menangkap dan mencarinya.
Salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh pencemaran air yaitu penyakit diare, penyakit diare masih menjadi masalah global dengan derajat kesakitan dan kematian yang tinggi diberbagai negara terutama di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan angka kejadian penyakit diare yang tinggi karena tingginya morbiditas dan mortalitas (Magdarina, 2010).
Diare dapat disebabkan dari berbagai macam faktor yaitu faktor nutrisi, faktor perilaku orang tua dan faktor lingkungan yang kotor. Cara penularan diare dapat melalui melalui lingkungan dengan cara fekal oral makanan atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung dengan tangan penderita yang kotor pada saat menyentuh makanan atau melalui lalat pada makanan yang tidak ditutup. Selain itu cara penularan diare yang lain juga bisa dari perilaku orang tua sendiri yang tidak mencuci tangan sebelum kontak dengan bahan makanan dan setelah kontak dengan barang kotor atau tercemar.
  •  Cuci tangan sebelum makan
Selain itu cara penularan diare yang lain juga bisa dari perilaku orang tua sendiri yang tidak mencuci tangan sebelum kontak dengan bahan makanan dan setelah kontak dengan barang kotor atau tercemar. Memakan makanan basi dan makanan sisa dari beberapa hari yang lalu juga merupakan salah satu cara penularan diare.

Share This :

Related Post



sentiment_satisfied Emoticon